Selasa, 15 Maret 2011

cerita tentang 'kebetulan'

Diposting oleh Pipit di 19.54
Suatu hari di negeri 'kebetulan', hiduplah seseorang yang bernama Jengjeng...
Jengjeng senang menyemai dan sesekali memetik cabai, serta Jengjeng tidak bernah bersedih...sekalipun kadang cabai masuk di rongga hidung, bahkan telinganya [lapo ae se jeng...jeng...].
Yang ajaib dari seorang Jengjeng adalah, dia tidak pernah bersedih, tidak pernah bersedih sekalipun dalam hidupnya. Tapi sekalipun tidak pernah bersedih, Jengjeng bisa menangis. Jengjeng akan langsung menangis, sambil tersenyum, bahkan tertawa... [gendeng be'e] :D...

oke bukan itu inti dari sebuah kehidupan Jengjeng.
Satu lagi hal ajaib di hidup Jengjeng terjadi...



Suatu siang dalam masa di waktu kehidupannya [<-- yo opo se kata-kata iki] #abaikan. Jengjeng menyemai sembari menghitung semut di belantara jalan raya, tiba-tiba ia dikagetkan oleh suara ghaib alam semesta... "jeng...jeng" suara lirih lembut membuat seluruh bulu bergoyang. Jengjeng menoleh dengan raut nestapa tapi berirama.. betapa terkejutnya ia!  ternyata sumber suara berasal dari warung pak haji slamet, yang sedang beraduhai joget irama bang haji Rhomaaaa Iiiraaamaa.. seeerrr :)))

#apadeh

Jeng-jeng terus berjalan, sampai akhirnya ia melihat gelayut awan hitam melambai-lambai di pusaran kepala. Ia merasa ada yang tidak beres dengan awan hitam. Ia lantas berjinjit dan berlari sambil memegang tali yang ujungnya adalah seekor kebo. Jengjeng tiba di suatu pohon rindang, yang konon bernama pohon pisang. Ia mencari perlindungan dari daun-daun yang juga ogah berdiri menantang.

Hujan datang dengan derasnya, dan Jengjeng terjebak dalam kesendirian serta keheningan. Sambil memandang kebo yang harus rela kehujanan, ia berbisik "Hujan...kau sungguh menawan. Rintikmu, melumat semesta. Aku dan kebo ada di dalamnya".
Tiba-tiba... "ehem...ihiiirrr" suara lain di luar diri Jengjeng berhembus.
Jengjeng sontak terkejut dengan adegan melonjak slowmotion, "siapa...sipaaaa? apa maumu?" sambil tolah toleh mencari sumber suara.

"Tenanglah jengjeng...jangan terkejut dan takut, aku adalah utusan khayangan"
"eh, khayangan?? sumpeh?"
"iyes jeng, masa ga percaya?"
"iya dong...mana wujudmu?" tanya Jengjeng sambil terus tolah-toleh
"yah di sini-sini aja...masa iya ga keliatan?"
"sumpah tala ga keliatan...masa iya aku boong" <--- adegan opooo ikiii

Setelah perdebatan yang mengkhawatirkan, akhirnya utusan khayangan menyerah.

"baiklah jeng...menolehlah ke belakang. aku di sana" ujarnya loyo
Jengjeng menoleh... dan kali ini ia benar-benar kaget!
"mana? ga ada siapa-siapa gilaaaa..."
"plis deh jeng,segede ini moso yo se ga ketok.. guweh sambit loh"
"oke, kalo sekarang kamu cuma mau main-main sama aku, duhai utusan khayangan...lebih baik aku pergi" sahut jengjeng sambil beranjak dan sumpah adegan ini telah melewati sesi dramatisasi mutakhir.
"Jangan...kumohon" suara itu merintih..

"sebenarnya aku adalah di belakangmu...akulah sang pohon pisang".

Jedyaaaaaang, Jengjeng pingsan.

Setelah menunggu sepersekian waktu... Jengjeng tersadar... kemudian ia mulai melihat pohon pisang dengan tatapan mengeja.
"apa yang membawamu kemari duhai pohon yang melambai"

"oh jengjeng...akhirnya aku bertemu engkau.."
"bukan suatu kebetulah aku hadir di sekelumat ini, bukan suatu kebetulan aku tumbuh di titik ini...aku hanya tumbuh untuk menanti"

"menanti? menanti siapa duhai pohon yang oh engkau sungguh tak berdaya"

"menanti penyelamatku, yang biasa saja, membawa seekor kebo beringas melintas di hadapanku"

"eh, aku maksudnya!"

"iyes beud, Jeng"

Hah??
"Kamu ngerayu aku y hon..pohon?" tanyanya heran

"engga juga sih, moso iyo gt ngerayu..ora Jeng, iku ngono jenenge gombal..gombalmejoo"
HAHAHAH #plak
Sang pohon mendapat tamparan Jengjeng.

"oke jeng sebenarnya, wujudku memang pohon pisang. yang bisa tumbuh di belantara. yang orang hanya memandangku sekilas. tapi taukah kau jeng? mungkin tanpa kehadiranku, tak ada episode ini dalam hidupmu. ini bukan kebetulan jeng, semua sudah diatur, bahkan masa kau pingsan, semua tertata di setiap mili nanonya"
Jengjeng memandang dalam...
"sebenarnya apa yang ingin kau katakan"

Tiba-tiba angin berdesir, bumi melambat berputar, dan pohon pisang berbisik...

"Aku memilihmu di pertama aku melihat kau berjinjit dan bergelayut dalam buaian rintik, aku memilihmu, dan sudikah kau untuk membawaku bersamamu..melintasi apa yang mereka bilang waktu"

Jengjeng menyeringai... dalam...
"kau ingin menikah denganku duhai pohon pisang?"

Pohon terdiam, kelu, membeku.

"pohon? apakah benar?"

"jika kau mengartikan demikian...maka begitulah"

jengjeng masih penasaran
"mengapa kau memilihku" ia berkata

"aku hanya merasa yakin, ketika kau mulai memilihku untuk berteduh..." hening "... padahal disebelahmu pohon beringin tumbuh dengan kokoh dan kuatnya"

"ha? mosok se?" jeng jeng melirik "wah iyo juga..ko ga ketok ambo"

"itulah jeng, tak ada yang kebetulan" suara pohon menggema

Jengjeng memandang dalam rinai hujan, belum pernah ada sebatang pohonpun yang pernah berbicara sebegitu mendalam padanya, Jengjeng terpaku dan tanpa sadar ia menangis, kali ini sambil tersenyum.

Jengjeng memandang pohon pisang yang begitu rinai, dalam suara syahdu hujan, dalam kerlingan matahari di balik awan, dalam hembusan angin mendayu, ia tersenyum, tanpa pernah lagi berkata. Pada akhirnya, Ia menghabiskan waktu sepanjang keberadaannya, di sudut ia berdiri memandang.

jeng jeng jeng jeng jeng.. jeng jeng...

"Daaaarrrr"
Halilintar menyambar, pohon pisang terkapar.

jengjeng melongo, seketika ia berbalik, beranjak dan memilih pergi.
dalam kejauhan, jengjeng berteriak sambil melambaikan tangan
"sampai jumpa pohon..."
"senang mengenalmu...tak ada yang kebetulan"

Sang awan hitam menjauh... Menuju peraduan.

[Friday, March 4, 2011 at 10:38am]

0 komentar:

 

@aku_pipit Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea